Kasus penahanan seorang mahasiswa Indonesia, Aditya Wahyu Harsono, oleh Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE) pada Maret 2025 mengundang perhatian publik. Penahanan tersebut terjadi beberapa hari setelah visanya dicabut secara mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya. Hal ini semakin memperjelas ketegangan yang terjadi terkait kebijakan imigrasi yang semakin ketat di Amerika Serikat, khususnya bagi warga negara asing yang memiliki riwayat keterlibatan dalam gerakan protes sosial seperti Black Lives Matter.
Aditya, yang sedang mengajukan permohonan kartu hijau melalui istrinya, Peyton Harsono, warga negara AS, diduga terlibat dalam demonstrasi Black Lives Matter yang terjadi setelah kematian tragis George Floyd pada Mei 2020. Meskipun visanya dicabut, status imigrasi Aditya tetap sah karena proses permohonan kartu hijau masih berlangsung. Namun, penahanan ini memisahkannya dari istri dan anaknya yang baru berusia 8 bulan, menambah beban psikologis bagi keluarga yang terpisah.
Baca juga: Dampak Kebijakan Imigrasi AS bagi Warga Negara Asing
Kejadian ini semakin menambah daftar panjang penegakan kebijakan imigrasi yang lebih ketat di AS. Sebelumnya, pada Februari 2025, dua WNI juga ditahan karena masalah serupa di kota Atlanta dan New York. Tindakan ini terjadi dalam konteks kebijakan deportasi yang lebih agresif, di mana lebih dari 4.000 warga negara Indonesia terancam dideportasi karena pelanggaran status imigrasi mereka.
Banyak pihak menganggap kebijakan ini sebagai langkah kontroversial yang berpotensi merugikan hubungan antara AS dan negara-negara lain, termasuk Indonesia. Meskipun demikian, pihak berwenang AS belum memberikan penjelasan resmi mengenai alasan spesifik di balik penahanan Aditya. Isu ini menjadi sorotan penting terkait dengan hak imigran dan perlakuan terhadap mereka, khususnya yang terlibat dalam gerakan sosial di luar negara asal mereka.
Kasus ini juga mencuatkan isu yang lebih besar mengenai bagaimana pemerintah AS menangani masalah imigrasi dan protes sosial. Terlebih lagi, banyak pihak yang melihat bahwa kebijakan tersebut dapat menciptakan ketidakpastian dan ketidakadilan bagi individu yang hanya berusaha untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri. Masyarakat internasional pun terus memantau perkembangan ini, berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan hak-hak individu tetap dihormati, terlepas dari status kewarganegaraan mereka.
Aditya dan keluarganya kini menunggu keputusan lebih lanjut mengenai nasibnya, sementara publik di Indonesia dan AS menantikan perkembangan lebih lanjut dari kasus ini.